Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan betapa pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Sebelum itu saya akan mendefinisikan apa itu bahasa.
Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi sosial yang mengkondisikan pikiran manusia tentang suatu masalah yang berada di lingkungan sekitarnya, manusia berpikir tentang suatu objek yang kemudian diubah bentuknya ke dalam suatu simbol.
Kita kembali ke pokok permasalahan kita, apakah penting bahasa indonesia dalam kehidupan bermasyarakat?
Sesuai dengan definisi bahasa diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa indonesia sangat erat kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Dalam pergaulan sehari-hari bahasa yang digunakan mungkin tidak sesuai dengan bahasa yang seharusnya digunakan. Seiring dengan kemajuan zaman, bahasa indonesia mulai dipandang sebelah mata oleh warga negara indonesia, masyarakat mulai terpengaruh dengan bahasa asing yang menjadi tren di ranah indonesia akhir-akhir ini.
Apalagi sejak adanya globalisasi bahasa inggris yang mulai di wajibkan bagi seluruh warga di dunia untuk mempelajarinya. Kurangnya kesadaran warga negara indonesia juga menjadi faktor utama penyebab pudarnya bahasa indonesia dalam kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat tidak menyadari betapa pentingnya bahasa indonesia dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup beberapa fungsi bahasa yaitu :
Untuk menyatakan ekspresi diri
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran kita. Ada beberapa unsur yang membuat manusia mengeluarkan ekspresi diri antara lain :
- Agar menarik perhatian orang lain terhadap kita
- Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
Sebenarnya semua fungsi bahasa sebagai yang dikemukakan di atas tidak terpisah satu sama lain dalam kenyataan sehari-hari. Sehingga untuk menetapkan dimana yang satu mulai dan di mana yang lain berakhir sangatlah sulit. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagai berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri. Dalam buaian seorang bayi sudah dapat menyatakan dirinya sendiri, ia menangis bila lapar atau haus. Ketika mulai belajar berbahasa, ia memerlukan kata-kata untuk menyatakan lapar, haus dan sebagainya. Hal itu berlangsung terus hingga seorang menjadi dewasa; keadaan hatinya, suka-dukanya, semuanya coba diungkapkan dengan bahasa agar tekanan-tekanan jiwanya dapat tersalur. Kata-kata seperti, aduh, hai, wahai, dan sebagainya.
Sebagai Alat komunikasi
Komunikasi merupakan akibat dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan kita ketahui kepada orang-orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek-moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sejaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan penyampaian suatu maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Ia juga memungkinkan manusia menganalisa masa lampaunya untuk memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang.
Dalam pengalaman sehari-hari, atau katakanlah sejak kecil hingga seorang meningkat dewasa, bahasa perseorangan mengalami perkembangan, sejalan dengan bertambahnya kenyataan-kenyataan atau pengalaman-pengalaman seseorang. Bila kita membandingkan bahasa sebagai suatu sistem keseluruhan dengan wujud dan fungsi bahasa yang bertahap-tahap dalam kehidupan individual, yaitu wujud dan fungsi yang terbatas pada masa kanak-kanak, serta wujud dan fungsi bahasa yang jauh lebih luas pada waktu seorang telah dewasa, maka dapatlah dibayangkan betapa wujud dan fungsi bahasa itu sejak awal mula sejarah umat manusia hingga kini. Bahasa itu mengalami perkembangan dari jaman ke jaman sesuai dengan perkembangan intelektual manusia dan kekayaan cipta karya manusia sebagai hasil dari kemajuan intelektual itu sendiri.
Untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
Bahasa, di samping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan untuk memperoleh (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya.
Melalui bahasa seorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal segala adat istiadat, tingkah laku, dan tata karma masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan dirinya (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa. Seorang pendatang bau dalam sebuah masyarakat pun harus melakukan hal yang sama. Bila ingin hidup dengan tentram dan harmonis dengan masyarakat itu ia harus menyesuaikan dirinya dengan masyarakat itu; untuk itu ia memerlukan bahasa, yaitu bahasa masyarakat tersebut. Bila ia dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata krama masyarakat tersebut.
Untuk mengadakan kontrol sosial
Yang dimaksud dengan kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang-orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt; yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (covert; yaitu tingkah laku yang tak dapat diobservasi)
Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan mempergunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan, baik tanggapan yang berupa tutur, maupun tanggapan yang berbentuk perbuatan atau tindakan. Seorang pemimpin akan kehilangan wibawa, bila bahasa yang dipergunakan untuk menyampaikan intruksi atau penerangan kepada bawahannya, adalah bahasa yang kacau dan tak teratur. Kekacauan dalam bahasanya akan menggagalkan pula usahanya untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk bawahannya.
Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa itu mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.
Proses-proses sosialisasi itu dapat diwujudkan dengan cara-cara berikut. Pertama, memperoleh keahlian bicara, dan dalam masyarakat yang lebih maju, memperoleh keahlian membaca dan menulis. Keahlian berbicara dan keahlian menulis pada masyarakat yang sudah maju, merupakan persyaratan bagi tiap individu untuk mengadakan partisipasi yang penuh dalam masyarakat tersebut. Kedua, bahasa merupakan saluran yang utama di mana kepercayaan dan sikap masyarakat diberikan kepada anak-anak yang tengah tumbuh.
Disamping fungsi bahasa ada hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam bahasa indonesia yaitu, ragam bahasa.
Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
2. Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
.
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
· penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
· penggunaan kata tertentu,
· penggunaan imbuhan,
· penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
· penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
Selain fungsi dan ragam bahasa ada hal yang menurut saya sangat penting yaitu EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan penting sekali artinya dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa Indonesia produktif tulis. Dalam tulis-menulis orang tidak hanya dituntut untuk dapat menyusun kalimat dengan baik, memilih kata yang tepat, melainkan juga mengeja kata-kata dan kalimat tersebut sesuai dengan ejaan yang berlaku. Dalam surat-surat pribadi dan kalimat catatan harian misalnya, ketaatan dalam EYD tidak mutlak. Dalam karangan ilmiah, dalam makalah, dan dalam surat-surat perjanjian, kaidah ejaan harus betul-betul ditaati.
Sebelum, EYD diumumkan, dalam tulis menulis dipergunakan Ejaan Soewandi atau ejaan Republik. Ejaan tersebut diumumkan berlakunya terhitung mulai 19 maret 1947. sebelum ejaan Soewandi berlaku Ejaan Van Ophuysen yang ketentuannya dimuat dalam Kitab Logat Melajoe yang disusun dengan bantuan Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’Mur dan Muhammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dinyatakan mulai berlaku sejak tahun 1901, sebelum ejaan Van Ophuysen berlaku dalam tulis menulis dalam bahasa Melayu, digunakan huruf Jawi atau Arab Melayu dan juga dengan huruf Latin dengan ejaan yang tidak teratur.
berikut merupakan contoh perubahan EYD :
j berubah menjadi ch dan sekarang menjadi c
dj berubah menjadi j dan sekarang menjadi j
ch berubah menjadi kh dan sekarang menjadi kh
nj berubah menjadi ny dan sekarang menjadi ny
sj berubah menjadi sh dan sekarang menjadi sy
j berubah menjadi y dan sekarang menjadi y
oe* berubah menjadi u dan sekarang menjadi u
dj berubah menjadi j dan sekarang menjadi j
ch berubah menjadi kh dan sekarang menjadi kh
nj berubah menjadi ny dan sekarang menjadi ny
sj berubah menjadi sh dan sekarang menjadi sy
j berubah menjadi y dan sekarang menjadi y
oe* berubah menjadi u dan sekarang menjadi u
selain itu bahasa juga juga mempengaruhi perilaku manusia, dalam hal ini Fodor(1974) mengatakan bahwa bahasa adalah system symbol dan tanda. Yang dimaksud dengan system symbol adalah hubungan symbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan system tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau bintangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan symbol. Dari penjelasan yang dikatakan Foder tersebut belum terlihat adanya kejelasan tentang makna dari pengungkapan bahasa. Maka dengan itu dijelaskan kembali oleh Bolinger, Bolinger(1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki system fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud engan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger(1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada diluar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hubungan bahasa dan realita.
2. Bahasa dan perilaku
Seperti yang telah diuraikan diatas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik, jika baik encoder mupun decoder sama-sama memilki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
2. Bahasa dan perilaku
Seperti yang telah diuraikan diatas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik, jika baik encoder mupun decoder sama-sama memilki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikan juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Karena tutur kata yang baik sangat diperlukan dimanapun kita berada. Hal ini membuktikan bahasa sangat berpengaruh terhadap perilaku masing-masing individu terhadap lingkungan di sekitarnya.
sumber : id.wikipedia.org
staffsite.gunadarma.ac.id
masbied.com
Trims.
BalasHapus